Selasa, 14 Maret 2017

Keluarga Bahasa

Oleh : Dr. Inyo Yos Fernandez

Percobaan pertama untuk menemukan sejarah bahasa-bahasa dunia secara ilmiah dilakukan pada akhir abad ke-18. Ilmuwan mulai membandingkan bahasa dengan cara yang rinci dan sistematis, untuk melihat apakah ada hubungan di antaranya.
Jika hubungan ini bisa dibuktikan,dapat diasumsi bahwa bahasa-bahasa itu berhubungan. Dengan kata lain, bahasa itu dikembangkan dari sumber yang sama,walaupun sumber ini mungkin tidak ada lagi.

Bukti sumber bahasa yang sama mudah ditemukan di Eropa. Ada bahasa Perancis, Spanyol, Italia dan bahasa-bahasa Romawi lain (hlm 301), yang jelas menurun dari bahasa Latin yang dalam kasus ini diketahui pernah ada. Pemikiran yang sama pernah diaplikasikan kepada kelompok bahasa yang lebih besar, dan pada awal abad ke-19 ada bukti yang meyakinkan untuk memperkuat sebuah hipotesis bahwa pernah ada sebuah bahasa yang merupakan asal banyak bahasa-bahasa Eurasia. Proto bahasa ini lalu disebutkan bahasa proto-Indo-Eropa (hlm.297). Secara cepat, kelompok bahasa lain diteliti dengan menggunakan teknik yang sama.

Metafora utama yang digunakan untuk menjelaskan hubungan historis adalah language family, atau family tree. Dalam ‘keluarga’ romawi, bahasa Latin merupakan bahasa ‘orang tua’, dan Perancis, Spanyol.dsb merupakan bahasa-bahasa ‘anak’. Bahasa Perancis lalu dapat disebut bahasa ‘kakak/adik’ bagi bahasa Spanyol dan yang lainnya. Pendekatan yang sama juga digunakan untuk kelompok yang lebih besar.Di dalam keluarga Indo-Eropa, Proto-Indo-European adalah bahasa orang tua, dan bahasa Latin, Yunani, Sansekerta, dan lain adalah anak. Dalam keluarga besar diperlu membedakan berapa ‘cabang’. Setiap cabang mungkin mengandung beberapa bahasa, atau ‘Sub- keluarga’ bahasa.

Cara bicara seperti ini sebaiknya tidak dipahami terlalu harfiah. Bahasa ‘orang tua’ tidak tetap hidup setelah bahasa ‘anak’ ‘dilahirkan’ dan bahasa tidak muncul secara tiba-tiba seperti kelahiran manusia. Tidak betul juga bahwa setelah cabang bahasa mulai ada, bahasa-bahasa ini berkembang dengan independen dan tidak pernah ada hubungan satu sama lain. Bahasa-bahasa bisa berkumpul dan menyimpang. Tambahan pula, tahap perkembangan linguistik tidak sejelas label-labelnya dalam family tree: tidak ada perubahan yang terjadi lancar dan seragam secara keseluruhan. Sekarang kita tahu bahwa perubahan linguistik jauh lebih tidak rata, dengan kelompok sosial yang berbeda menanggapi perubahan dengan cara yang berbeda (hlm 328 ).

Sejak abad ke-19, istilah klasifikasi lain mulai digunakan. Keluarga masih digunakan sebagai istilah umum untuk kelompok bahasa apapun yang kemungkinan berhubungan historis (dan ini cara istilahnya digunakan dalam ensiklopedi ini). Akan tetapi dalam klasifikasi lain, perbedaan dibuat tergantung pada seberapa pasti hubungannya. Jika ada bukti linguistik hubungan dekat, istilah keluarga tetap digunakan; tetapi jika hubungannya tidak pasti atau lebih jauh, kelompoknya disebut phylum. Kadang-kadang istilah macro phylum digunakan untuk kelompok yang lebih umum dan tidak pasti. Jelas, misalnya, bahwa semua bahasa aborigin dari Australia (hlm. 324) berhubungan, tetapi karena tidak ada bukti historis yang jelas tentang ini, ilmuwan biasa menyebutkannya (macro) phylum dan bukan ‘keluarga’ Australia.

METODE KOMPARATIF
Dalam semua linguistik historis komparatif, metode komparatif merupakan cara untuk membandingkan bahasa-bahasa secara sistematis untuk membuktikan hubungan historis di antaranya. Ilmuwan mulai dengan mengidentifikasi kumpulan kemiripan formal dan perbedaan dalam bahasa-bahasa itu, lalu mencoba menentukan (atau merekontruksi) tahap lebih awal perkembangan, yang mungkin merupakan asal derivasi bentuk-bentuk lain. Proses ini disebut rekontruksi internal, ketika bahasa-bahasa dibuktikan memiliki leluhur yang sama, bahasa ini dikatakan cognate.

Kasus-kasus yang paling jelas adalah kasus yang bahasa orang tua diketahui ada. Contohnya, dengan melihat kata untuk ‘bapak’ dalam bahasa-bahasa Romawi, dapat dilihat bahwa semuanya diderivakasikan dari kata bahasa latin pater. Jika bahasa Latin tidak ada lagi, masih mungkin untuk merekonstruksi sebagian besar bentuknya, membandingkan banyak kata dengan cara ini.

Cara yang persis sama digunakan untuk kasus di mana bahasa orang tua tidak ada lagi, seperti ketika bentuk-bentuk dalam bahasa Latin, Yunani, Sansekerta, Wales, dsb. dibandingkan untuk merekontruksi bentuk Indo-Eropa, *pәtễr. Tanda bintang dalam linguistik historis memperlihatkan bahwa bentuk ini merupakan rekonstruksi yang tidak ada dalam catatan (naskah lama). Bagaimana persis bentuk-bentuk itu diucapkan masih diperdebatkan. Ada ilmuwan yang memberi fonem-fonem kepada bentuknya dan mengucapkannya seperti bagian dari bahasa yang nyata. Ilmuwan lain mengatakan bahwa bentuknya hanya merupakan rumusan abstrak.

JENIS KLASIFIKASI LINGUISTIK
Ada dua cara utama untuk mengklasifikasikan bahasa: genetik (atau genealogical), dan hypological. Dua-duanya digunakan dalam pekerjaan bahasa kontemporer, tapi klasifikasi genetik diteliti jauh lebih banyak, dan memiliki prosedur dan kerangka referensi yang jauh lebih maju.

KLASIFIKASI GENETIK
Ini merupakan klasifikasi historis, berdasarkan pada asumsi bahwa bahasa bercabang dari ‘nenek moyang’ yang sama. Cara ini menggunakan tulisan awal yang masih ada, dan jika tidak ada, pikiran dilakukan dengan metode komparatif supaya bentuk bahasa orang tua dapat direkonstruksi. Pendekatan ini sudah digunakan secara luas, sejak mulainya pada akir abad ke-18, dan memberi kerangka yang digunakan untuk semua survei linguistik seluruh dunia sampai sekarang. Keberhasilan pendekatan ini di Eurasia, di mana masih ada banyak sekali tulisan awal, tidak dicerminkan di daerah lain di dunia, di mana klasifikasi pada keluarga biasannya bersifat sementara.

KLASIFIKASI TIPOLOGIS
Ini berdasarkan kemiripan formal yang ada di antara bahasa. Klasifikasi tipologis adalah usaha untuk mengelompokkan bahasa pada tipe struktur, berdasarkan fonologi, tata bahasa, atau kosa kata, dan bukan pada hubungan historis yang nyata atau diasumsikan. Contohnya, bahasa dapat dikelompokkan berdasarkan cara menggunakan bunyi, berapa jenis vokal yang ada, jika menggunakan ceklik, apakah menggunakan ton, dan sebagainya. Bahasa juga dapat diklasifikasi berdasarkan apakah urutan katanya terikat atau bebas, dan urutan mana yang lebih disukai (hlm. 98). Tipologi yang paling awal dilakukan dalam bidang morfologi (hlm. 90). Ini, yang disebut oleh August von Schlegel (1767-1845) serta ahli lain pada awal abad ke-19, mengakui 3 macam linguistik utama, berdasarkan pada cara bahasa mendirikan kata-katanya.

Bahasa-bahasa isolatif, analitik, atau akar.

Semua kata-kata invariabel tidak ada akhiran. Hubungan gramatika diperlihatkan melalui penggunaan urutan kata. Bahasa Cina, Vietnam, dan Samoa adalah kasus yang jelas. Contohnya, ‘Saya sudah beli jeruk untuk makan’ dalam bahasa Cina Beijing adalah

Wô măi júzi chí
(harfiah) saya beli jeruk makan


Bahasa infleksi, sintetis, atau leburan

Hubungan gramatikal dijelaskan dengan mengubah struktur internal kata – biasanya dengan penggunaan akhiran berinfleksi (hlm. 90) yang menjelaskan beberapa makna gramatis pada saat yang sama. Bahasa Latin, Yunani, dan Arab adalah kasus yang jelas. Contohnya, ahkiran -o pada bahasa latin Amo ‘saya mencintai’, misalnya- ada untuk setiap kategori orang, jumlah, tense (kala), suara, dan modus. Bahasa Turki, Finlandia, Jepang dan Swahili membentuk kata dengan cara ini. ‘Saya mencintai kamu’ dalam bahasa Swahili adalah mimi ninakupenda wewe, yang dapat dianalisis sebagai:

Mimi ni- na -ku - penda - wewe
Saya saya (present tense) kamu mencintai kamu

Bahasa polisintetis atau inkorporatif

Kata-kata ini biasannya sangat panjang dan kompleks, mengandung campuran fitur aglutinasi dan infleksi, seperti dalam bahasa-bahasa Eskimo, Mohawk, dan bahasa-bahasa Australia. Contohnya bahasa Aborigin Tiwi mengatakan ‘saya terus makan’ seperti ngirruunthingapukani, yang dianalisis sebagai:

Ngi- rru- unthing - apu - kani
Saya (past tense) untuk saat yang cukup lama makan berulang-²

Meskipun demikian, ada ahli bahasa yang tidak melihat ini sebagai kategori tipologis tersendiri.


MASALAH KLASIFIKASI

Sekarang, pertanyaan tipologis sangat menarik- khususnya dalam kaitannya dengan pencarian kebahasaan semesta. Akan tetapi, beberapa dari klasifikasi awal dicela habis-habisan karena cara klasifikasi ini diinterpretasi. Tidak ada ilmuwan sekarang yang akan mengikuti kebiasaan tipologi awal (yang dipengaruhi oleh Darwin), mengevaluasi bahasa seperti titik dalam skala evolusioner, dan mengatakan, misalnya, bahwa bahasa-bahasa isolasi tidak berkembang sejauh bahasa-bahasa infleksi. Tidak ada bukti juga bahwa bahasa jenis tertentu pasti berhubungan dengan daerah geografis tertentu, atau dengan orang dari kelompok budaya atau etnis tertentu. Harus dimengerti juga bahwa tidak ada contoh ‘murni’ jenis-jenis klasifikasi yang disebutkan di atas. Bahasa memiliki karakteristik ini dengan tingkat yang berbeda.

Dengan demikian, apakah klasifikasi tipologis mungkin? Semuanya tergantung pada bagaimana kita mengevaluasi variabel- variabel yang memberikan basis untuk klasifikasi. Morfologi hanya merupakan salah satu variabel. Ketika kita mempertimbangkan semua fitur bahasa- sintaks, fonologi, wacana, dan penggunaan bahasa- sifat masalahnya menjadi jelas. Ada banyak kemungkinan klasifikasi, dan bagaimana kita dapat menentukan kriteria mana yang paling penting? Jika dua bahasa mirip 90% dalam fonologinya, dan 50% dalam tata bahasanya, apakah lebih dekat atau jauh hubungannya dibandingkan dengan dua bahasa yang mirip 50% dalam fonologinya, dan 90% dalam tata bahasanya? Teori linguistik hampir belum mulai menjawab pertanyaan seperti ini.

Baik klasifikasi tipologi maupun genetik mengabaikan relevansi hubungan kultural antar bahasa- kenyataannya adalah bahwa bahasa saling mempengaruhi melalui hubungannya, seperti peminjaman kata satu sama lain. Kadang-kadang bahasa yang tidak ada hubungan historis dapat berkumpul supaya kelihatannya merupakan anggota dari keluarga yang sama. Sebaliknya, bahasa yang berhubungan dapat dipengaruhi oleh bahasa lain begitu banyak sehingga perbedaannya lebih menonjol daripada kesamaannya. Peran hubungan budaya merupakan kesalahan nyata ketika meneliti banyak keluarga bahasa, karena tidak jelas apakah dua bahasa mirip karena ada asal mula yang sama, ataukah karena meminjamkan satu sama lain (hlm. 330).

Ada ahli bahasa yang mencoba menjahui klasifikasi pada jenis-jenis umum, dan mengusulkan untuk menggolongkan bahasa berdasarkan ukuran struktural masing-masing. Satu ukuran mungkin bisa jumlah morfem (hlm. 90) per kata dalam suatu bahasa (sebuah ‘indeks sintesis’). Dalam kalimat ‘The boys saw the girl’ (laki-laki melihat perempuan) ada 5 kata tetapi 8 morfem, yang menyebabkan indeks sintesis 1.6. Dengan menggunakan ukuran ini, menurut satu penelitian, bahasa Inggris rata-rata 1.68, dibanding dengan 1.06 untuk bahasa Annamesa, dan 3.72 untuk bahasa Eskimo. Ada beberapa perbandingan gramatikal lain yang dapat diteliti dengan cara ini.